MARYLANDPREPAREDNESS — Saint John’s – Mencari rumah di kawasan Karibia Timur kini bukan hanya tentang pasir putih dan gaya hidup tropis yang menenangkan. Di balik iklan properti yang menjanjikan kehidupan eksotis, tersimpan tawaran lain yang lebih menggiurkan — paspor negara. Semakin banyak orang, terutama dari Amerika Serikat, tergoda untuk membeli rumah bukan semata-mata untuk berlibur atau pensiun, melainkan juga demi mendapatkan kewarganegaraan kedua.
Lima negara pulau di Karibia — Antigua dan Barbuda, Dominika, Grenada, St. Kitts dan Nevis, serta St. Lucia — menawarkan program Kewarganegaraan melalui Investasi (CBI) dengan harga mulai dari USD 200.000. Dalam satu transaksi properti, pembeli tidak hanya memperoleh rumah, tapi juga paspor yang memungkinkan akses bebas visa ke lebih dari 150 negara, termasuk Inggris dan kawasan Schengen.
Bagi kalangan kaya, keuntungan tidak berhenti di situ. Kepulauan ini juga dikenal dengan sistem pajak yang ringan atau bahkan nihil — tidak ada pajak penghasilan, keuntungan modal, atau warisan. Lebih menarik lagi, pemegang paspor baru tak perlu meninggalkan kewarganegaraan asal mereka, dikutip dari laman BBC, Senin (28/7/2025).
Di Antigua, permintaan sangat tinggi. Nadia Dyson, agen properti lokal, menyebut bahwa hingga 70% kliennya saat ini membeli rumah demi mendapatkan kewarganegaraan, dan mayoritas berasal dari AS. “Kami tidak membahas politik secara langsung, tetapi ketidakpastian di sana jelas menjadi pendorong,” ujarnya. Banyak dari pembeli bahkan mempertimbangkan untuk pindah secara permanen.
Menurut firma konsultan Henley & Partners, warga AS kini menjadi pemohon dominan program CBI Karibia. Lonjakan permintaan ini juga datang dari negara-negara lain seperti Ukraina, Turki, Nigeria, dan Tiongkok. Bahkan, aplikasi ke program CBI Karibia meningkat 12% sejak akhir 2024.
Bagi sebagian orang Amerika, kewarganegaraan kedua adalah “polis asuransi”—rencana cadangan jika situasi di tanah air memburuk. “Sekitar 10-15% benar-benar pindah, sisanya hanya ingin punya opsi,” kata Dominic Volek dari Henley & Partners. Selain keamanan, paspor Karibia yang dianggap lebih “netral secara politik” juga membuat perjalanan bisnis lebih nyaman.
Namun, tidak semua pihak mendukung program ini. Ketika ide menjual paspor pertama kali muncul di Antigua pada 2012, gelombang protes mewarnai jalanan. Banyak warga lokal merasa identitas nasional mereka sedang diperjualbelikan. Beberapa pemimpin kawasan juga ikut mengecam. Perdana Menteri St. Vincent dan Grenadine, misalnya, menyebut kewarganegaraan bukanlah komoditas.
Kritik Terkait Kebijakan Kewarganegaraan
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3388863/original/046496300_1614489189-travel-5219496_640.jpg)
Dari luar kawasan, kritik juga datang. Uni Eropa mengancam mencabut hak bebas visa bagi negara-negara CBI, sementara AS menyatakan kekhawatiran atas potensi penyalahgunaan sistem untuk menghindari pajak atau menjalankan aktivitas ilegal. Komisi Eropa telah mengadakan pembicaraan dengan kelima negara Karibia sejak 2022, guna memastikan program CBI tidak menjadi celah keamanan bagi wilayah mereka.
Meskipun demikian, para pemimpin Karibia bersikukuh bahwa program ini aman dan transparan. Perdana Menteri Dominika, Roosevelt Skerrit, menyebut skema CBI negaranya sebagai “baik dan jujur”, sementara Perdana Menteri St. Lucia menegaskan bahwa negaranya menerapkan standar keamanan tertinggi untuk memverifikasi para pelamar.
Dalam praktiknya, dana dari program CBI menjadi penyokong utama ekonomi negara-negara kecil ini. Dari pembangunan rumah sakit hingga pemulihan pasca bencana, penjualan paspor telah menyumbang miliaran dolar bagi pembangunan infrastruktur. Di Antigua, Perdana Menteri Gaston Browne menyatakan bahwa dana CBI menyelamatkan negaranya dari kebangkrutan.
Jalur mendapatkan paspor pun beragam. Selain pembelian properti, warga negara asing bisa menyumbang langsung ke dana pembangunan nasional dengan nominal antara USD 200.000 hingga USD 260.000, tergantung negara dan jumlah tanggungan.
Komitmen Negara Karibia
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4708700/original/083329400_1704676391-passport-6614031_1280__2_.jpg)
Di tengah tekanan internasional, negara-negara Karibia kini mengambil langkah-langkah pengamanan tambahan. Mereka berkomitmen untuk membentuk badan pengatur regional, meningkatkan proses uji tuntas, mewajibkan wawancara pemohon, hingga menutup celah hukum yang memungkinkan pelamar ditolak di satu negara namun diterima di negara lain.
Dengan kontribusi ekonomi yang mencapai 10–30% dari produk domestik bruto di beberapa negara, tak heran jika banyak masyarakat Karibia mendukung program ini.
“Kami tahu program ini membantu ekonomi, dan kami melihat sendiri hasilnya,” kata Andre Huie, jurnalis dari St. Kitts.
Di tengah dunia yang semakin tak menentu, memiliki rumah di surga tropis lengkap dengan paspor cadangan, bagi sebagian orang, bukan lagi sekadar gaya hidup—melainkan bentuk perlindungan diri.